Petani Di Kabupaten Jember, Tolak Penggantian Subsidi Pupuk Ke BLP
![]() |
Mohammad Sholeh, SH |
Jember. barathanews.com.Wacana penggantian pupuk subsidi ke Bantuan Langsung Petani (BLP) yang digulirkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) beberapa waktu yang lalu direspon negatif oleh petani di Jawa Timur, termasuk di Jember.
Petani Jember yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jember, Petani,Poktan,Gapoktan .petani Millenial dan Asosiasi Paguyuban Kios Pupuk Bersubsidi Kabupaten Jember serta pelaku usaha tani lainnya, sepakat menolak wacana tersebut.
Penolakan tersebut ditegaskan oleh Muhammad Sholeh, SH Ketua KTNA Jember sekaligus Wakil Ketua KTNA Jatim saat Diskusi dengan tema “Ketahanan pangan dan subsidi pupuk untuk petani” yang digelar di Desa Kasiyan Kecamatan Puger Kabupaten Jember, Rabu (20/8/2024).
“Ini menjadi hal yang harus disikapi karena data pertanian Indonesia agak amburadul. Mana petani, petani penggarap, mana yang sewa lahan, mana pemilik lahan, ini semua amburadul. Sehingga kalau subsidi dialihkan, maka yang akan terjadi adalah banyak ketidaktepatan penerima subsidi. Dan yang dikhawatirkan justru uang yang harusnya untuk membeli pupuk digunakan membeli yang lain. Mengubah pola produksi menjadi pola konsumtif. Sehingga dari diskusi ini, kami ambil opsi yang akan disampaikan kepada pemerintah bahwa BLP tidak usah diteruskan,” Terang Muhammad Sholeh, SH yang juga Ketua Gapoktan Dewi Sri Desa Balung Lor
Dalam forum tersebut diungkapkan bahwa ada banyak pertimbangan yang dirasa sulit untuk merealisasikan BLP tepat sasaran. Selain karena data petani yang ada tidak mendukung, penyaluran BLP juga diyakini akan mengakibatkan ketidakharmonisan dan menimbulkan keresahan di lingkungan petani.
“Rekeningnya nanti atas nama siapa? Apakah pemilik lahan, atau penggarap atau penyewa lahan? Kalau yang dapat nanti pemilik lahan, apakah penggarap akan rela, karena uang bantuan tunai itu sebenarnya untuk membeli pupuk,” ujarnya.
Untuk itu, Muhammad Sholeh,S.H. menegaskan bahwa forum sepakat agar subsidi pupuk tetap dilanjutkan. Agar problem ketidakmerataan penerima subsidi pupuk teratasi, forum petani tersebut memberikan solusi alternatif dengan mengurangi nilai subsidi per kilogramnya dan menaikkan harga pupuk subsidi sehingga jumlah alokasi pupuk semakin besar, bisa mencukupi kebutuhan petani.
“Ketika berbicara tentang subsidi pupuk yang carut marut seperti ini maka yang pertama adalah naikkan saja sekalian harga satuan kilogram pupuknya sehingga kita akan mendapatkan jumlah ketersediaan pupuk di lapangan yang cukup banyak dan cukup untuk memenuhi kebutuhan petani, meskipun harga relatif agak mahal,” Paparnya.
Jika hal itu juga tidak memungkinkan, maka forum sepakat agar subsidi pupuk yang mencapai sekitar Rp 25 triliun hingga Rp 30 triliun per tahun tersebut dicabut dan dialihkan untuk peningkatan kinerja pertanian. Salah satunya dengan pembangunan infrastruktur pertanian, baik fisik seperti pembangunan irigasi, embung, waduk dan sumur dalam yang bisa menaikkan index pertanaman menjadi tiga kali tanam serta pembanginan infrastruktur non fisik seperti peningkatan SDM melalui penyuluhan, pembangunan balai penelitian dan lain sebagaianya.
“Juga digunakan untuk subsidi pasca panen sehingga pemerintah bisa memberikan jaminan nilai produksi pertanian dengan menaikkan HPP gabah kering panen sebesar Rp 6.500 per kilogram. Meskipun menggunakan pupuk non subsidi, petani masih bisa mendapatkan untung dari harga itu." Pungkasnya. ( herry)
Komentar
Posting Komentar